Ahmad Jufriady (Getar Tuhan Untuk Getar Cinta) part 3


Cerpen-Islami

"Yaa Rabb... bagaimana bisa ku tahan bulir-bulir air mata ini, Jika satu bagian terlemah diriku kini Kau uji dengan kesedihan." Jufriady merenung, betapa rapuh dirinya kini, tiada daya melawan getar Tuhan yang kini menghinggapi cerita hidupnya.

"Aku harus menemui Nabiela, aku harus menjelaskan semua padanya, agar tiada Syak Wasangka terjadi diantara kami. Menghindari masalah yang sedang ku hadapi, sama saja menghindari kehidupan yang harus ku jalani!" Jufriady kembali bergumam.
=====

Pagi ini Jufriady pergi ke pondok pesantren Daarul Khilafah, menuntaskan tangis yang sempat dia tahan, melepaskan beban yang terasa sekian lama mengganjal hidupnya.

Di depan gerbang Pondok Pesantren Daaruul Khilafah, Jufriady hanya terdiam seperti ada keraguan hinggap dipikirannya. Namun, tak berapa lama kemudian dia memberanikan diri untuk menghampiri seorang penjaga disana.

"Assalamu'alaikum Pa!" Sapa Jufriady.

"Waalaikumsallam, ada keperluan apa?!" Jawab seorang pria berperawakan besar, dengan baju gamis panjang dan peci hitam di kepalanya.

"ehhmm, ini pak, mas!" keringat dingin membanjiri tubuh Jufriady, hingga tanpa sadar dirinya dihinggapi rasa gugup.

"Haha, panggil saja aku Imran  mas!" ucap sang penjaga yang tampaknya menyadari betapa gugupnya Jufriady.

"Mas Imran, saya mau menemui Nabiela!" ucap Jufriady, masih dengan nada gugup.

"Nabiela yang mana ya, Santriwati atau Ustadzah?"

"Nabiela Azzahra mas!!"

"Oh, Ustadzah Nabiela, sebentar saya panggilkan. Silahkan tunggu di ruang sekretariat mas?!"

=====

Cukup lama Jufriady menunggu di ruang sekretariat, untung saja ruang sekretariat sedang kosong. Karena memang saat itu adalah jam belajar-mengajar, jadi para ustad dan ustadzah sedang berada dikelas. Hari itu juga bukan akhir pekan, waktu yang ditentukan sebagai jam kunjungan kepada santri dan santriwati. Maka saat itu hanya ada Jufriady dengan deretan-deretan meja kosong tanpa penghuni serta sebuah sofa biasa tempat menerima tamu.

"Assalamu'alaikum..." Ucap seseorang dari balik pintu

suara seorang akhwat yang begitu dikenal Jufriady, suara yang begitu menggoda, walaupun sesungguhnya dia adalah bukan seorang wanita penggoda. Dia "NABIELA AZZAHRA" wanita yang begitu dikagumi Jufriady, wanita yang begitu membuat seorang Jufriady terlihat lemah dibalik kokoh tubuhnya.

"Wa'alaikumsallam" jawab Jufriady.

"Ada apa kak, ko' tumben main kesini?" Nabiela bertanya.

"saya ada sedikit keperluan denganmu Nabiela!" jawab Jufriady.

"Baik kak, tapi kita berbicara di koridor kelas saja ya kak. Disini tidak ada orang, khawatir timbul fitnah nanti!" Nabiela mengingatkan.

"Oh ya baiklah, mari kita ke koridor!"

Di koridor kelas udara terasa sejuk, karena memang disekeliling pondok pesantren banyak ditumbuhi pohon-pohon rindang. Namun angin yang begitu sejuk berhembus tak mampu menghapus keringat dingin yang memang sejak tadi membanjiri tubuh Jufriady.

"Duduk disini saja kak!"

"Memangnya ada keperluan apa kak?!" Tanya Nabiela

Jufriady menarik nafas panjang sebelum berucap.

"Hufhh... begini Nab. Aku sudah bicarakan perihal masalah kita kepada kedua orang tuaku, juga tunanganku!!"

"Lalu apa jawaban mereka kak?!"

"Astaghfirullahaldzim.... aku tak tahu harus memulai dari mana pembicaraan ini." Jufriady tertunduk lesu, tergurat kesedihan diwajahnya yang mulai sayu, bola matanya mulai berkaca-kaca.

"Katakanlah kejujuran kak, meskipun itu pahit. Insha Allah, Aku siap mendengarkan, apapun yang terlontar dari mulutmu."


"Begini Nab, kedua orang tuaku terutama Abah. Menolak untuk membatalkan pertunanganku dengan Farrah. Akupun sudah membicarakan hal ini dengan Farrah, tapi jawabnya pun senada dengan kedua orang tuaku!"


"Aku bingung nab, apa lagi yang harus aku lakukan untuk mewujudkan bahtera kita. Sungguh ketakutan telah melanda diriku. Ketakutan akan kehilangan cinta, mimpi, serta harapan yang sudah kita bangun bersama!"

Jufriady bercerita dengan diiringi tetesan air mata yang tak mampu lagi dia tahan, tak ada lagi rasa malu akan kesan cengeng dihadapan seorang akhwat yang begitu dicintainya.

"Jika memang begitu, aku tak bisa berbuat apa-apa kak. Mungkin takdir Allah telah menghendaki demikian, hari ini engkau telah membuatku begitu perih. Tapi rasa perih itu tak sebanding dengan bahagia yang pernah aku dapat saat mengenalmu, mencintaimu, dan menyayangimu. Biarlah semua harapan itu kita gantungkan pada pemiliknya, Allah Azza wajalla.. Karena sesungguhnya Dia'lah yang Maha berkehendak!"

Perlahan Nabiela meneteskan air mata, sembari sesekali melilitkan ujung jilbabnya dijari telunjuk. Pertanda betapa gundah hatinya.

"Maafkan aku Nabiela, aku sudah berusaha semampuku. Tanggal 10 September tahun ini sudah ditentukan sebagai tanggal pernikahanku dengan Farrah."


"Alhamdulillah, akhirnya ada satu kepastian tentang kita kak, meskipun sama sekali tak membuatku bahagia. Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku, aku bahagia pernah bertemu denganmu. Aku bahagia pernah mencintaimu. Aku bahagia pernah dicintai olehmu. aku hanya bisa mengucapkan selamat untuk pernikahan kalian. Biarkan aku ditempat yang lain menyaksikan dengan menangis dan tersenyum bahagia. Menangis untuk kehilangan satu bagian di hatiku, dan bahagia untuk kesempurnaan ibadahmu dengan menikahi Farrah. Barokallahulaka wa baroka alayka wa jama'a baina kumma fii khoir."

"Sebagai permintaan terakhir dari segenap rasaku, izinkan aku tetap menjadi bagian dari hidupmu, biarkan semuanya tetap mengalir seperti mimpiku untukmu, aku lebih bahagia menjadi sesuatu yang kau rindu dari pada aku harus terdiam dan sakit karena menahan perasaan ini untukmu. Aku tahu bahwa semua ini bukanlah jalanku, juga bukan bagianku tapi atas segenap rasa yang tertambat dalam hatiku, aku berhak mencintai dan memilikimu meski kelak kau harus menjadi imam untuk yang lain, bukan untukku."

"Ketahuilah Kak, cinta tak akan pernah kita ketahui tingkat kedalamannya, bila ia belum terjebak dalam perpisahan. Dan kini, telah aku rasakan seberapa dalam rasa cinta ini untukmu! Maaf kak, aku harus kembali mengajar."

Nabiela pun meninggalkan Jufriady sendiri di lorong, dengan segenap perih yang masih dirasakannya. Nabiela sadar dirinya hanya makhluk lemah yang tak mampu menahan kuasa Rabb'nya. Sedikit harapnya di dalam hati, semoga sang pujaan hati meraih kebahagiaan dengan jalan yang harus ditempuhnya.

Sedangkan Jufriady, tak mampu meratap. Hanya berpasrah pada ketentuan yang memang sudah digariskan untuknya.

Cinta itu indah meski tak berakhir dengan kebahagiaan.

10/04/2013




2 comments:

  1. ini ending nya ya akh?
    saya ijin share syair cinta nya boleh?? :)

    ReplyDelete
  2. Boleh Ukh, asal dicantumkan sumbernya ya!! :)

    ReplyDelete