[Bukan] Negeri Ramah Pejalan Kaki

Salah satu fasilitas publik yang paling dibutuhkan pada peradaban manusia saat ini adalah -Jalan Raya-. Disini tempat berlalu lalang kepentingan publik, penggunanya tentu saja bukan hanya mereka yang memiliki kendaraan bermotor, tapi diantaranya juga terdapat pesepeda, pejalan kaki, juga kaum diffable (different ability people).

Lalu sudah maksimalkah fungsi jalan raya, dirasakan oleh semua pihak yang membutuhkan?

Dari beberapa subjek yang disebutkan diatas, sepertinya ada beberapa kaum yang menjadi minoritas yaitu Pejalan kaki, pesepeda, dan kaum diffable. Jalan raya di Indonesia masih cenderung merampas hak-hak pejalan kaki dan kaum diffable, kurang tersedianya jalur bagi para pesepeda pun membuat mereka turut menjadi salah satu perampas hak-hak pejalan kaki dan kaum diffable. Sehingga tak jarang pejalan kaki membahayakan dirinya dengan berjalan di lajur kendaraan bermotor.

Memiliki pedestrian yang nyaman dan bersih dari pedagang maupun pengendara nakal, masih menjadi barang langka di Indonesia, khususnya di Ibukota. Selama kurang lebih delapan tahun saya tinggal di Ibukota, nyaris tidak pernah saya temukan pedestrian atau trotoar yang nyaman dan mampu mengakomodasi keperluan pejalan kaki. Kebanyakan trotoar di jalan-jalan Ibukota dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang tak pernah merasa bersalah menempati ruang yang seharusnya hanya boleh dilalui oleh pejalan kaki, belum lagi tingkah pengendara nakal (saya menyebutnya dengan -Keparat-) yang seenaknya menyerobot hak pejalan kaki, bahkan terkadang justru mereka lebih marah ketika pejalan kaki menghalangi laju kendaraannya, padahal dia berjalan diatas trotoar yang notabene adalah hak pejalan kaki, para "Keparat" ini seolah tak merasa bersalah apalagi malu atas tindakan yang mereka lakukan.


Hak pejalan kaki sebenarnya dilindungi oleh undang-undang. Terdapat pada UU no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. di pasal 13:

1. Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyebrangan, dan fasilitas lain.


2. Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyebrang jalan di tempat penyebrangan.


Dari Undang-Undang diatas, seharusnya pihak berwenang sudah cukup memiliki alasan menindak para pedagang atau pun "Keparat" yang seenaknya mengambil hak pejalan kaki. Penyediaan pedestrian belum menjadi prioritas jika dibandingkan penyediaan layanan bagi mereka pengendara kendaraan bermotor. Penyebabnya tentu saja bermacam-macam, yang utama adalah sikap acuh pemerintah pada masalah hak pejalan kaki, lihat saja peralihan fungsi trotoar menjadi tempat parkir atau lapak pedagang kaki lima, jarang sekali ada penindakan terkait hal tersebut.



Sepertinya banyak yang belum menyadari bahwa berjalan kaki adalah pelengkap dari sebuah sistem transportasi, ketika jalur yang hendak dilalui tidak memungkinkan untuk ditempuh dengan kendaraan bermotor. Untuk itu, semoga kedepannya Pemerintah mampu memberi keseimbangan antara fasilitas pejalan kaki dengan moda transportasi dan Jalan raya.



Tak perlu lah membayangkan Times Square di New York dan Champ Elysses di Paris, kami pejalan kaki di Indonesia hanya perlu pedestrian atau trotoar yang bersih dan bebas dari pedagang kaki lima ataupun para "Keparat".



Belum lama ini saya dengar Pemkot Bandung sedang membuat pedestrian yang nyaman dan ramah bagi pejalan kaki di Kota Bandung, semoga saja Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia bisa segera menyusul.





-Selamat Hari Blogger Nasional-


6 comments:

  1. Betul tuh :D Seolah-olah tak akan setengah meter pun dibiarkan kosong dan tidak digunakan untuk berdagang :D

    http://thehappymimi.blogspot.com/

    ReplyDelete
  2. Hati2 dibelakangmu kadang ada motor memakan bahu jalan... watch out

    ReplyDelete
  3. ya sekarang hak pejalan kaki sudah tak didapat , hampir semua kota di indonesia demikian ya bang hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang saya lihat di Jakarta seperti itu bang, entah kalau di kota-kota lain.

      Delete