Kemarau Lalu

"Manusia hidup melukis kenangan" demikian kira-kira bunyi status jejaring sosial salah seorang sahabat. Seberapa banyak bulir air mata yang jatuh, seberapa jauh jejak kaki melangkah, tidak akan pernah sanggup menghapus lukisan kenangan. Rasanya kurang tepat jika ada istilah "Hidup begitu singkat untuk merangkai sebuah kenangan." Kita hanya butuh satu detik untuk mengingat dan membuat moment menjadi berharga dalam hidup kita.

Aku yang terbiasa akrab dengan pagi, dan bertaruh pada waktu. Pagi ini mencoba melupakan sejenak rutinitas pagi, setelah sebelumnya selalu menyibukan diri dengan hal-hal tidak jelas pada malam-malam sebelumnya, hehehe. Pada dasarnya, aku bukanlah orang yang suka mengingat-ingat kenangan, aku hanya senang menuliskan kenangan-kenangan itu disini, iya disini, di blog ini, disini aku tak ubahnya sebagai seorang penjual kenangan.

Kenangan apa yang paling membuat hidupmu berkesan? Aku tahu, dalam sepersekian detik anda pasti menjawab "Kenangan tentang cinta". Hmmm,, orang bilang cinta itu anomali, dia bisa terbang jauh melintasi batas kekaguman, tenggelam melampaui dasar ketertarikan, membeku melebihi batu kebanggaan, seperti darah: tak kita minta, tak kita rasa, tapi diam-diam menghidupi. (Kalo sudah urusan cinta semua jawaban pasti bertele-tele, hehehe)

Tak ada yang salah dengan kenangan-kenangan itu, aku sendiri sering tersenyum-senyum sendiri, membaca kisah-kisah kenanganku sendiri. Bersyukur aku adalah orang yang selalu berpikir tentang sesuatu yang bisa melestarikan kenangan, begitulah mulanya aku mulai mengakrabi puisi, cerpen, dan sastra lainnya. Sehingga aku tak pernah bersusah payah mengingat kenangan-kenangan itu.
Berjalanlah agar yang indah-indah menjadi terkenang. Melepaskan bukan berarti menghilangkannya. Melepaskan itu justru membebaskan untuk bisa memilih. Memilih bagian mana yang akan tetap tinggal dan mana yang akan pergi.

Jika kenangan masa lalu yang buruk masih menghantuimu, tidak usah khawatir, tinggalkan dan tukar dia dengan harapan. Yakini saja kemarau akan berlalu, dan segera berganti dengan hujan.

*Jika kalian tidak mengerti dengan tulisan diatas: Sama, saya juga. :D


Jakarta, 20 Maret 2014

Suaminya Ina Fitri Astuti








No comments:

Post a Comment